Kesehatan Perbankan dan Prinsip Kehati-hatian - Aulia Rachma
Headlines News :
Home » » Kesehatan Perbankan dan Prinsip Kehati-hatian

Kesehatan Perbankan dan Prinsip Kehati-hatian

Written By Aulia Rachma on Senin, 18 Maret 2013 | 10.51

Kesehatan Perbankan dan Prinsip Kehati-hatian
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Akhir-akhir ini banyak sekali kasus pelanggaran prinsip kehati-hatian terjadi dalam perbankan nasional. Padahal prinsip ini sudah disyaratkan dalam peraturan perbankan dimana bank dalam menjalankan usahanya harus berdasarkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini sangat diperlukan terutama dalam hal penyaluran kredit karena sumber dana kredit yang disalurkan adalah bukan dari bank itu sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu penerapan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap. Semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai dengan peljanjian kredit. Apabila kredit yang telah disalurkan kepada masyarakat dalam jumlah besar tidak dibayar kembali kepada bank tepat pada waktunya, maka kualitas kredit dapat digolongkan menjadi Non Performing Loan (NFL) yang berujung pada kredit macet, Kalau sudah terjadi kredit macet secara langsung telah menurunkan citra dan kredibilitas bank di mata publik dan perbankan internasional. Selain itu anjloknya citra bank telah meningkatkan tingkat resiko reputasi pada bank tersebut. Akhirnya adalah muncul kekhawatiran masyarakat untuk berhubungan dengan bank. Dengan diterapkannya prinsip kehati-hatian, memang tidak menjamin 100% tidak akan timbul kredit macet, tapi setidaknya bisa meminimalisir terjadinya kredit macet.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kesehatan Bank
Kesehatan bank dapat  diartikan sebagai  kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Pengertian tentang kesehatan bank diatas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya kegiatan tersebut meliputi :
  1. Kemampuan menghimpun dana masyarakat dari lembaga lain dan dari modal sendiri
  2. Kemampuan mengolah dana
  3. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
  4. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain
  5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku
B.     Aturan Kesehatan Perbankan
Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. UU tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa :
  1. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai ndengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas & aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
  2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank
  3. Bank wajib menyampaikan kepada BI segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh BI
  4. Bank atas permintaan BI, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaanbuku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan
  5. Bank Indonesia melakukan pemeriksaaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan, BI dapat menugaskan akuntan publikuntuk dan atas nama bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
  6. Bank wajib menyampaikan kkca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh BI. Neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan BI.[1]
C.    Faktor-Faktor Penilaian (CAMELS)
Penilaian tingkat kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:
a. Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2) komposisi permodalan
3) tren ke depan/proyeksi KPMM;
4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;
5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
7) akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk    meningkatkan permodalan Bank.
b. Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
2) debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
3) perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
6) sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
7) dokumentasi aktiva produktif dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
c. Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) manajemen umum;
2) penerapan sistem manajemen risiko; dan
3) kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
d. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1) Return on Assets (ROA);
2) Return on Equity (ROE);
3) Net Interest Margin (NIM);
4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
5) Perkembangan laba operasional;
6) Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
e. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
2) 1-month maturity mismatch ratio;
3) Loan to Deposit Ratio (LDR);
4) proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
5) ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
6) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
7) kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank. Agar pada waktu yang ditetapkan Bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, maka perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam menerapkan sistem tersebut.[2]



D.    Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle)
Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya[3]
Dalam sejarah perbankan Indonesia, ketentuan prudent banking pernah diatur secara khusus dalam beberapa paket deregulasi, misalnya paket deregulasi 25 Maret 1989 dan paket deregulasi Februari 1991. Salah satu tujuan atau tugas yang diemban Paket Februari 1991 adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan permodalan minimum 8% dari kekayaan. Paket tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas perbankan Indonesia.[4]
Menurut pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 dikemukakan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahaya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan dengan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu prinsip terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Berkaitan dengan prnsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 diatas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam UU. No. 10 Tahun 1998 yang mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam pasal 29 Ayat (2)
Pasal 29 Ayat (2) mengemukakan bahwa:
      Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian[5]



E.     Prinsip Kehati-hatian Bank dalam Pemberian Kredit
UU Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud antara lain regulasi mengenai Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, Batas Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva, Sistem Informasi Debitur, dan pembatasan lainnya dalam pemberian.
Selain empat prinsip kehati-hatian yang telah diuraikan di atas, penerapan prinsip kehati-hatian juga dapat diterapkan dalam penyusunan perjanjian kredit antara debitur dengan kreditur. Dalam pernjanjian kredit tersebut diatur hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, baik debitur maupun kreditur. Lebih lanjut, kewajiban atau affirmative covenant debitur adalah:
ü  Debitur harus segera memberitahu kepada kreditur tentang adanya kerusakan, kerugian atau kemusnahan atas jaminan yang diserahkan kepada kreditur.
ü  Debitur harus menyerahkan kepada kreditur laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik sesuai prinsip-prinsip akuntansi Indonesia.
ü  Memberitahukan kepada kreditur apabila ada perubahan dalam susunan Direksi, Komisaris, Pemegang Saham dan perubahan Anggaran Dasar Debitur dan lain sebagainya.
ü  Larangan menjaminkan kembali harta kekayaan debitur yang telah diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan berdasarkan perjanjian kredit ini.
ü  Larangan merubah susunan Direksi dan Komisaris.
ü  Larangan menjual saham sebagian atau seluruhnya.
ü  Membubarkan perusahaan debitur atau meminta perusahaan debitur untuk dinyatakan pailit.[6]
F.     Tujuan prinsip kehati-hatian
Perlunya bank-bank memegang prinsip kehati-hatian dalam penjualan reksadana adalah untuk memastikan bahwa peran bank sebagai agent of sales reksadana tersebut tidak mengganggu operasional kegiatan usaha perbankan yang dilakukan oleh bank itu sendiri. Jangan sampai fungsi bank yang terbatas sebagai agent of sales reksadana tersebut dapat merusak citra bank sendiri atau bank justeru memperoleh risiko-risiko baru yang tidak dapat dikontrol oleh bank tersebut. Selain dari pada itu, perlunya bank menerapkan prinsip kehatihatian adalah untuk melindungi investor yang membeli produk reksadana tersebut, terlepas apakah investor tersebut adalah nasabah bank yang bersangkutan atau bukan. Nasabah pembeli reksadana perlu dilindungi hak-haknya dan mengingat bank bertindak sebagai agen penjual reksadana maka nasabah tersebut akan selalu berkomunkasi dengan bank penjualnya bukan dengan manajer investasi sebagai pihak yang mengelola portofolio reksadana. Hubungan antara bank dengan investor reksadana bukan hanya terjadi pada saat pembelian reksadana melainkan sampai investor melakukan redemption (penagihan) dari reksadana yang telah dibelinya.[7]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesehatan bank dapat  diartikan sebagai  kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Sedangkan Faktor-faktor penilaian kesehatan bank antara lain: Permodalan (Capital), Kualitas Aset (Asset Quality), manajement (Management), rentabilitas (Earning), Likuiditas (Liquidity), Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk).
Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya, sedangkan tujuan dari prinsip kehati-hatian adalah untuk memastikan bahwa peran bank sebagai agent of sales reksadana tersebut tidak mengganggu operasional kegiatan usaha perbankan yang dilakukan oleh bank itu sendiri



[1] http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1479
[2]  http://putracenter.net/2009/09/24/penilaian-terhadap-tingkat-kesehatan-bank/
[3] Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.18

[4] http://www.tempo.co.id/ang/01/52/utama3.htm
[5] Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. KENCANA PRENADA MEDIA GROUP. Jakarta, 2006. h.135
[6] Sutarno, 2004, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank,  Alfabeta, Bandung, h.120-121.

[7] http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C49FA015-EFB7-4C1C-BD33-A2636FF52775/7893/kehatihatian_kompas1109.pdf

Semoga Bermanfaat...
Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Total Tayangan Halaman

 
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Aulia Rachma - All Rights Reserved
Original Post by Yaya