Asuransi Syariah - Aulia Rachma
Headlines News :
Home » » Asuransi Syariah

Asuransi Syariah

Written By Aulia Rachma on Selasa, 19 Maret 2013 | 21.54

Asuransi Syariah
http://yaya-rachman.blogspot.com/

A.    Pengertian Asuransi Syariah
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’cub dalam buku Kode Etik Dagang  Menurut Islam, menyebut bahawa asuransi berasal dan dari kata dalam bahasa Inggris insurance atau assurance yang berarti jaminan. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dijelaskan bahwa asuransi adalah :
“Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang dihaerapkan, yang mungkin akan dideritanya kerena suatu peristiwa yang tak  tertentu”.[1]
Menurut pasal 1 undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[2]
Sedangkan yang dimaksud dengan asuransi syari’ah dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syari’ah.
B.     Prinsip-prinsip Dasar Asuransi Syariah
Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syari’ah ada sembilan macam, yaitu : tauhid, keadilan, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar.

1.      Tauhid (Unity)
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk tabungan yang ada dalam syari’ah islam. Setiap bangunan dan  aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan.
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita.
2.      Keadilan (Justice)
Prinsip kedua dalam berasuranasi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban anatara peserta asuransi  dan perusahaan asuransi.
Di sisi lain keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dari hasil investasi dana nasabah harus dibagai sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal. Jika nisbah yang disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan juga harus mengacu pada keuntungan tersebut.
3.      Tolong menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan asuransi adalah harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta’awun) antar anggota. Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang  pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
Dalam hal ini Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya  dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya:
“....tolong menolongkah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah.”
Praktik tolong menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini atau semata-mata untuk mengejar bisnis berarti perusahaan asuransi itu sudah kehilangan karakter utamanya, dan seharusnya sudah wajib terkena penalti untuk dibekukan operasionalnyasebagai perusahaan asuransi.[3]
4.      Kerja sama (Cooperation)
Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi islami. Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara peserta asuransi dan perusahan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah dan musyarakah  adalah dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomika dan mempunyai nilai historis dalam perkembangan keilmuan.
5.      Amanah ( Trustworthy / al-Amanah )
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri peserta asuransi. Seseorang yang menjadi peserta asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya.
6.      Kerelaan ( al-Ridha )
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap peserta asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru’). Dana sosial (tabarru’) memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.
7.      Larangan riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah “tambahan”. Dalam pengertian lain, secara linguistik riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan untuk istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menjelaskan baahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.[4]
8.      Larangan judi (Maisir)
Kata maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan kejadian atau tindakan tertentu.
Dalam industri asuransi, adanya maisir atau gambling disebabkan adanya gharar sistem dan mekanisme pembayaran klaim[5]. Mohd Fadli Yusof, menjelaskan bahwa unsur maisir dalam asuransi konvensional terjadi karena di dalamnya trerdapat faktor gharar. Ia mengatakan, “adanya unsur al-maisir “perjudian” akibat adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila seorang pemegang asuransi meninggal dunia, sebelum akhir periode polis asuransi, namun telah telah membayar sebagian preminya, maka tertanggung akan menerima sejumlah uang tertentu. Bagaimana cara memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak diberitahukan kepada pemegang polis. Hal inilah yang dipandang sebagai al-maisir “perjudian” dalam asuransi konvensional”
9.      Larangan gharar
Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida’ yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Wahbah al-Zuhaili memberikan pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan al-taghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian. Oleh karena itu dikatakan: al-dunya mata’ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang menipu. [6]


[1]  M. Solahudin,  Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2006), hal. 127.

[2]  Heri sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, cet 2, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), hal. 112
[3] Hasan ali. Asuransi dalam perspektif hukum Islam, (Jakarta, prenada media, 2004). 125-127
[4] M, Syafi’i Antonio. Bank Syariah Wacana Ulama Dan Cendikiawan. TAZKIA Institute, 1999. Hal. 59
[5] Muhammad Syakir Sula. Asuransi Syariah:  life and general. (Jakarta, Gema Insani, 2004). Hal. 48
[6] Hasan ali, Asuransi dalam............., hal. 134
Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Total Tayangan Halaman

 
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Aulia Rachma - All Rights Reserved
Original Post by Yaya