Problematika Komoditas Kedelai Di Indonesia - Aulia Rachma
Headlines News :
Home » » Problematika Komoditas Kedelai Di Indonesia

Problematika Komoditas Kedelai Di Indonesia

Written By Aulia Rachma on Minggu, 16 Desember 2012 | 07.38

Problematika Komoditas Kedelai Di Indonesia
http://yaya-rachman.blogspot.com/
Problem kelangkaan pasokan dan mahalnya harga kedelai di Indonesia untuk kesekian kalinya terulang kembali. Dari beberapa media masa memberitakan adanya keterbatasan produksi kedelai dalam negeri sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai dan mengatasi problem tersebut pemerintah memilih opsi pembebasan bea import kedelai hingga 0% yang semula dikenakan bea masuk 5%. Kondisi ini dalam jangka pendek diharapkan mampu memacu kuota import kedelai guna mencukupi kelangkaan kebutuhan kedelai di dalam negeri.
Menteri Pertanian bahkan menegaskan bahwa problem kedelai di Indonesia saat ini masih mengandalkan kedelai impor dari Amerika terutama untuk produksi tahu tempe dan karena terbatasnya ketersediaan lahan untuk menanam kedelai. Bahkan diberitakan bahwa kondisi import kedelai mengalami permasalahan terkait dengan penurunan produksi kedelai Amerika karena mengalami kegagalan panen akibat iklim/cuaca buruk.
Pernyataan ini dikuatkan dengan fakta empiris bahwa komoditas pertanian termasuk didalamnya kedelai sangat rentan dengan perubahan iklim/cuaca karena perubahan jumlah bulan basah/lembab berpengaruh positif terhadap produksi kedelai. Korelasi antara perubahan iklim (jumlah bulan basah/lembab) dengan  produksi kedelai menunjukkan bahwa kenaikan satu satuan bulan basah/lembab mengakibatkan penurunan produksi kedelai  sebesar 0,030 satuan. Sedangkan terhadap produktivitas menyebabkan penurunan sebesar 0,386 satuan. Selain itu, Perubahan jumlah bulan basah juga berpengaruh terhadap penurunan   luas tanam sebesar 0,094 dan luas panen sebesar 0,109 satuan.(http://litbang.patikab.go.id).
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan menilai, pembebasan bea masuk impor kedelai tidak akan memberi dampak signifikan bagi penurunan harga komoditas tersebut dalam waktu singkat. Menurutnya, yang menjadi permasalahan di Indonesia bukan hanya lahan tanam kedelai yang minim. Namun pola konsumsi yang mempengaruhi besarnya impor kedelai. Saat ini konsumsi kedelai per tahun mencapai 26 juta ton, dan produksi nasional hanya mencapai 600-800 ton.
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamurti menegaskan adanya kebijakan pembebasan bea masuk kedelai maka harga impor kedelai akan turun sekitar Rp 350-Rp 400 per kilogram. Keadaan ini diharapkan dapat menyelesaikan kelangkaan dan mahalnya harga kedelai import di dalam negeri untuk memenuhi pasokan industri tempe tahu yang selama ini sudah sangat merakyat menjadi menu pemenuhan kebutuhan protein nabati rakyat Indonesia.
Kondisi yang dialami ini pernah juga terjadi pada tahun 2008 dimana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai memonitor indikasi kartel harga yang dilakukan empat importir kedelai. Monitoring ini merupakan inisiatif KPPU sendiri setelah mendeteksi adanya permainan harga kedelai. Kondisi tahun 2008 ini hampir sama dimana pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menkeu No 1 Tahun 2008 yang membeaskan bea masuk import kedelai dari yang sebelumnya kedelai impor dikenakan bea masuk 10%.
Dari sisi tata niaga bahwa sebelum reformasi tata niaga kedelai ada yang mengurus dan setelah reformasi tata niaga kedelai tidak ada yang mengurus. Menyikapi hal ini direncanakan pemerintah akan memberdayakan BULOG untuk ikut mengatur tata niaga kedelai.
Berbagai gambaran mengurai permasalahan ketersediaan, produk, produktivitas dan harga kedelai sebagai salah satu entitas dalam komoditas pertanian kiranya dapat dianalisis sesuai dengan hasil penelitian yang sudah cukup lama dilaksanakan oleh Tim Survei Pusat Palawija (CGPRT Centre) dan dipublikasikan oleh The Centre for Alleviation of Poverty through Sustainable Agriculture (CAPSA). CAPSA adalah suatu badan pendukung dari Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) sebagai Pusat Penanggulangan Kemiskinan melalui Pertanian Berkelanjutan yang didirikan pada tahun 1981, dan berbasis di Bogor Indonesia.
Hasil studi terhadap Sistem Komoditas Kedelai di Indonesia ini direncakan oleh The Regional Co-ordination Centre for Research and Development of Coarse Grains, Pulses, Roots and Tuber Crops in the Humid Tropics of Asia and the Pacific (ESCAP CGPRT Centre) atas permintaan Pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1983 terkait dengan makin meningkatnya permintaan produk olahan berbahan kedelai dan semakin bergantungnya Indonesia pada import kedelai selama tahun-tahun terakhir. Studi dilaksanakan pada tahun 1984 dengan bekerjasama dengan para peneliti Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.
Hasil studi menunjukkan bahwa kendala-kendala pokok dalam sistem komoditas kedelai di Indonesia (Soybean commodity system in Indonesia) berkaitan dengan produksi dalam negeri. Dengan cara budidaya kedelai yang masih belum sempurna pada waktu penelitian dilakukan tidak dapat diharapkan terjadinya peningkatan hasil yang besar. Rekomendasi studi menunjukkan perlunya memperhitungkan keragaman budidaya kedelai di berbagai daerah dan perlunya perbaikan cara budidaya kedelai yang diterapkan petani.
Terdapat pula temuan secara teknis perlunya penanggulangan dan pengendalian serangan hama dan penyakit karena terdapat interaksi antara serangan hama dan penyerapan hara, respon tanaman terhadap pemupukan dan keadaaan hara mikro yang membutuhkan penelitian dengan bekerjasama melalui lembaga penelitian nasional dan regional. Permasalahan lain yang ditemukan dalam studi yaitu perlu penelitian khusus mengapa kedelai tidak diadopsi dalam pola tanama sebagian petani di daerah yang sesungguhnya cocok dan sesuai untuk produksi kedelai.
Dari sisi pemasaran, untuk sistem pemasaran tradisional hanya menyerap produksi dalam negeri yang terdiri dari pedagang dan pabrik pengolahan relatif kecil, dan melayani kebutuhan rumah tangga yang dipasarkan melalui toko-toko dan pasar tradisional/pasar kecil-pasar kecil. Sistem kedua, adalah import kedelai untuk pabrik-pabrik besar yang membuat pakan ternak dan barang-barang konsumsi, dan menurut penelitian peran BULOG sangat penting sekali untuk mengatur tata niaga impor karena sejak tahun 1974 harga kedelai impor lebih rendah dari harga riil kedelai dalam negeri.
Kendala dan masalah pemasaran kedelai menurut hasil studi ditunjukkan bahwa :
1.      Produksi kedelai terpusat dalam kantong-kantong kecil yang letaknya saling berjauhan.
2.      Pengendalian mutu sulit diterapkan.
3.      Musim dan kombinasi usaha menyulitkan penilaian ekonomi. Sistem pemasaran memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan dengan sistem produksi. Distribusi produksi yang berada di kantong-kantong kecil menyulitkan efisiensi angkutan dan pemasarannya. Pengembangan sistem pemasaran seharusnya sejalan dengan sistem produksi. Hal ini dikarenakan sistem pemasaran akan dapat diperbaiki apabila produski meningkat. Meski demikian bahwa peningkatan produksi pun tergantung pada ketersediaan layanan yang diperlukan, termasuk didalamnya sistem pemasaran yang handal.
Dalam hal pemanfaatan kedelai, ditemukan fakta menarik bahwa karena meningkatnya jumlah industri dan investasi peternakan yang menarik minat penanam modal asing telah membawa konsekuensi peningkatan industri pakan dan peternakan. Keadaan ini sangat berlawanan dengan industri kecap, tahu, tempe, oncom, karena industri pakan tampaknya merupakan lingkup cakupan perusahaan besar yang tidak dapat disaingi oleh perusahaan-perusahaan kecil.
Kedelai mempunyai peran penting dalam penyediaan protein dan asam amino esensial keseimbangan gizi pangan di desa dan kota. Tingginya elastisitas pendapatan yang mendukung permintaan untuk konsumsi manusia serta berkembangnya industri pakan ternak menguatkan pendapat kecil kemungkinan terjadi kelebihan produksi mengingatnya besarnya potensi, permintaan pasar dan tingkat konsumsi yang tinggi.
Terdapat dua alasan pokok yang mendasari makin meningkatnya kapasitas dan tingginya import kedelai dari tahun ke tahun yaitu makin meningkatnya konsumsi kedelai sebagai pangan serta makin bertambahnya permintaan bungkil kedelai (bersama dengan jagung) sebagai pakan ternak.
Pada dasarnya sejak tahun 1982 produksi nasional kedelai telah mengalami peningkatan dua kali lipat hingga menjadi 1.227.000 ton pada tahun 1986. Peningkatan ini merupakan hasil perluasan areal tanam (ekstensifikasi) di luar jawa, sementara hasil di Jawa naik menjadi hampir 1 ton/ha. Peningkatan hasil ini ternyata produktivitasnya masih tetap harus ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan kedelai yang juga naik secara signifikan melalui usaha peningkatan produktivitas, menurunkan biaya produksi dengan cara perbaikan teknik budidaya, pengelolaan hama dan penyakit, pengelolaan air, serta ketersediaan benih bermutu.
Persediaan benih bermutu sejak tahun 1919 hingga penelitian dilakukan tahun 1983, telah dikenalkan 14 varietas unggul kedelai. Varietas pertama dikembangkan dari suatu galur introduksi dari Cina. Dari galur ini kemudian dikembangkan varietas No.27 dan No.29 yang mampu masak dalam 100-110 hari. Galur kedelai lainnya yang dikenalkan pada petani seperti Ringgit, Sumbing, Merapi, Shakti, Davros, Orba, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci, Merbabu dan Raring.
Secara teknis meningkatkan produksi kedelai akan terkait dengan pemanfaatan lahan kering (intensifikasi palawija) dimana masalah prasarana dan teknologi menjadi hal nyata yang harus dihadapi karena pertanian lahan kering di semua segi belum berkembang jika dibandingkan dengan pertanian di sawah. Hal lain yang menjadi kendala adalah peralihan dari teknologi tanaman tunggal ke sistem pola tanam dan usaha tani yang lebih rumit karena harus mengadopsi teknologi lahan kering
KESIMPULAN
Setelah mencermati hasil studi sejak tahun 1984 tersebut , kiranya masih tetap relevan untuk dijadikan pijakan dalam memetakan kendala dan permasalahan sistem komoditi kedelai dan mampu menghantarkan pemahaman terhadap realita problematika kedelai yang terjadi saat ini. Ada kesamaan alur pemikiran bahwa problem kelangkaan kedelai dan mahalnya harga kedelai tidak cukup diatasi secara sporadis dan temporer karena kompleksitas permasalahannya membutuhkan pula penyelesaian secara sistemik dan saling terkait dari semua aspek permasalahan yang telah diuraikan diatas. Jadi problem komoditas kedelai tidak sekedar produksi, produktivitas, ketersediaan lahan, tata niaga import, pemasaran dan sejenisnya namun secara lebih realistis perlu lebih dalam menyentuh pula pola perilaku industri besar importir kedelai, industri besar olahan pangan maupun pakan ternak dari bahan kedelai, pola perilaku petani, dan peran kelembagaan (pemerintah, BUMN, libang, penyuluh), agar saling memikirkan solusi terbaik dan solusi jangka panjang guna mewujudkan swasembada kedelai di tahun 2014. ("EIP").

http://www.pekalongankab.go.id/fasilitas-web/artikel/pertanian/2632-menguak-problematika-komoditas-kedelai-di-indonesia.html

Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Total Tayangan Halaman

 
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Aulia Rachma - All Rights Reserved
Original Post by Yaya